Welcome In Bali

selamat datang di blog ini, dalam blog ini anda akan dapat mengetahui informasi daerah pariwisata yang ada di bali yang wajib anda kunjungi apabila ke Bali

Selasa, 30 November 2010

Puri Agung Karangasem (Kab. Karangasem, Bali)


Puri Agung Karangasem
Sejarah:
Puri Agung Karangasem dibangun pada abad ke-19 oleh Anak Agung Gede Jelantik, raja pertama Kerajaan Karangasem. Tujuan wisata ini menarik untuk dikunjungi karena arsiteturnya yang unik, yang merupakan kombinasi antara arsitektur Bali, Cina, dan Eropa.
Lokasi:
Puri Karangasem terletak di Amlapura, sekitar 78 km dari Denpasar.
Deskripsi:
Seperti yang disebutkan di atas, arsitektur Puri Agung Karangasem adalah kombinasi antara tiga gaya. Arsitektur Bali dapat ditemukan pada pahatan patung-patung Hindu dan relief pada dinding puri. Pengaruh Eropa terlihat pada gaya gedung utama dengan beranda yang besar, sementara arsitektur Cina tampak pada gaya jendela, pintu, dan ornamen yang lain.
Puri Agung Karangasem terdiri atas tiga bagian, yakni Bencingah, Jaba Tengah, dan maskerdam. Bencingah merupakan bagian depan dari Puri, dimana kesenian tradisional sering dipentaskan. Jaba Tengah yang menjadi kebun puri dengan kolam. Di tengah kolam terdapat sebuah bangunan yang disebut "Balai Gili" atau gedung mengambang, disini kita bisa menemukan dua pohon lychee tua. Bagian ketiga adalah Maskerdam, yang diberikan setelah nama kota Amsterdam, sebuah kotak di Belanda. Bangunan ini dibangun pada awal Raja Karangasem memulai hubungan dengan Pemerintah Belanda.

Puri Agung Karangasem
History:
Puri Agung Karangasem was built in the 19th century by Anak Agung Gede Jelantik, the first king of Karangasem Kingdom. The purpose of this tour interesting to visit because arsiteturnya unique, which is a combination of Balinese architecture, China, and Europe.
Location:
Karangasem Castle is located in Amlapura, about 78 km from Denpasar.
Description:
As mentioned above, the architecture of Puri Agung Karangasem is a combination of three styles. Balinese architecture can be found in carvings of Hindu statues and reliefs on the walls of the castle. European influence seen in the style of the main building with a large veranda, while the Chinese architectural style seen in windows, doors, and other ornaments.
Puri Agung Karangasem consists of three parts, namely Bencingah, Middle Jaba, and maskerdam. Bencingah front part of the Castle, where traditional arts are often staged. Middle Jaba the castle garden with a pond. In the middle of the pond there is a building called "Hall Gili" or building a floating, here we can find two old lychee trees. The third part is Maskerdam, which is given after the name of the city of Amsterdam, a box in the Netherlands. The building was built at the beginning of the King of Karangasem start a relationship with the Dutch Government.

Desa Jemeluk (Kab. Karangasem, Bali)

Desa Jemeluk
Sejarah:
Berdasarkan cerita rakyat setempat nama Jemeluk berasal dari kata "menyeluk" atau "seluk" yang berarti teluk. Daerah ini terkenal dengan kehidupan bawah airnya.
Lokasi:
Jemeluk terletak di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang-sekitar 100 km dari Denpasar atau 21 km dari Amlapura. 

Fasilitas:
Di sekitar daerah ini dapat ditemukan restoran, hotel, dan warung makan. Pengunjung yang ingin melihat panorama laut dari dekat dapat menikmatinya dari tempat pemberhentian.
Deskripsi:
Jemeluk merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi dengan kehidupan bawah air yang mengagumkan. Air yang jernih membuat para pengunjung nyaman bila melakukan aktifitas bawah air untuk melihat ikan-ikan tropis dan kehidupan bawah air lainnya.
Terumbu karang di Jemeluk menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung dari seluruh dunia.
Disamping panorama bawah air, kita juga bisa menikmati pemandangan alam sekitar yang indah dengan perbukitan dan lembah menawan dikombinasikan dengan laut yang luas. Proses pembuatan garam tradisional yang dibuat penduduk setempat tentulah menjadi sesuatu yang layak disaksikan

Jemeluk Village
History:
Based on local folklore Jemeluk name comes from the word "menyeluk" or "ins" which means the bay. This area is famous for its life under water.
Location:
Jemeluk Purwakerti located in the village, Abang District, about 100 km from Denpasar or 21 km from Amlapura.
Facilities:
In the vicinity of this area can be found in restaurants, hotels, and food stalls. Visitors who want to see the panoramic view from the nearby sea can be enjoyed from the dismissal.
Description:
Jemeluk is an interesting place to visit with an amazing underwater life. Clear water make the visitors comfortable if you do the activity under the water to see tropical fish and other underwater life.
Coral reefs in Jemeluk main attraction for visitors from around the world.
In addition to the underwater panorama, we can also enjoy the beautiful scenery around the hills and charming valleys combined with the vast sea. Traditional salt-making process that made the local population would be something worth witnessed

Desa Iseh (Kab. Karangasem, Bali)

Desa Iseh
Lokasi:
Objek wisata Iseh terletak di Desa Iseh, Kecamatan Sidemen dengan jarak 52 km dari Denpasar dan dapat dijangkau dengan kendaraan umum atau pribadi.
Fasilitas:
Beberapa fasilitas penunjang pariwisata tersedia di tempat ini, seperti hotel-hotel kecil, toko-toko yang menawarkan kain endek dan aneka suvenir.
Deskripsi:
Pemandangan alam Iseh sudah dikenal berpuluh-puluh tahun yang lalau. Gunung Agung yang tampak dari kejauhan dengan lembahnya, sungai yang mengalir dengan airnya yang jernih ditengah-tengah persawahan yang hijau, dimana para petani tradisional bekerja-merupakan sesuatu yang layak disaksikan. Keindahan panorama Iseh diperkenalkan pertama kali oleh dua orang asing yang cukup lama tinggal di daerah ini. Melalui lukisan mereka mendokumentasikan pemandangan Desa Iseh dan kehidupan sosial kemasyarakatannya. Kedua pelukis tersebut adalah Walter Spies dari Jerman dan Theo Meier dari Swiss. Mereka menghabiskan masa hidupnya dnegan bersosialisasi dengan masyarakat setempat dan mengenal lebih jauh tentang adat dan budaya mereka.

Iseh village
Location:
Iseh tourist attraction located in the Village Iseh, Sidemen district with a distance of 52 km from Denpasar and can be reached by public transport or private.
Facilities:
Some tourism facilities available in these places, like small hotels, shops that offer cloth endek and various souvenirs.
Description:
Iseh natural scenery has been known for decades that plainly. Gunung Agung can be seen from a distance with the valley, the river that flows with crystal clear water in the middle of the green rice field, where farmers traditionally work-is something worth witnessed. Iseh scenic beauty was first introduced by two strangers who lived long enough in this area. Through their paintings document the views of the Village kemasyarakatannya Iseh and social life. Both painters are of German Walter Spies and Theo Meier from Switzerland. They spend his life moved at socializing with the local community and know more about their customs and culture.

Air Panas Penatahan (Kab.Tabanan,Bali)




Air Panas Penatahan(Penatahan Water Spring)
Air Panas Penatahan ini terletak di desa Penatahan Kecamatan Penebel + 13 km dari Kota Tabanan ke Utara 34 km dari Denpasar dengan panorama alam yang indah dan dikanan kirinya dilatarbelakangi oleh sawah yang berundak-undak. Mata air panas ini berada di tepi sungai Yeh Ho dan air panas Penatahan oleh masyarakat di kenali dengan nama Yeh Panes. Berdasarkan hasil penelitian dari laboratorium Departemen Kesehatan, air panas ini sangat baik untuk mandi karena mengandung belerang dan mineral lainnya yang sangat baik untuk menyembuhkan penyakit kulit.

Penatahan Hot Water (Spring Water Penatahan)
Hot Water is located in the village Penatahan Penatahan Sub Penebel + 13 km north of Tabanan town 34 km from Denpasar with beautiful natural scenery and the right and left field against a background of the staircase the steps. Hot springs are located on the banks of the river Yeh Ho and hot water Penatahan by people in familiar with the name Yeh panes. Based on the results of research from the Ministry of Health laboratory, hot water is excellent for bathing because it contains sulfur and other minerals which are very good to cure skin diseases.

Pura Goa Gajah (Kab.Gianyar, Bali)




Pura Goa Gajah (Elephant Cave Temple)
Kabupaten/Kota : Gianyar
Pura goa Gajah terletak di Desa Bedulu, kecamatan Blahbatuh kabupaten daerah tingkat II Gianyar. Jaraknya dari Denpasar Kurang lebih 26 Km, sangat mudah dicapai. Disana ada kios-kios kesenian dan Rumah makan.
Pura ini di lingkupi oleh persawahan dengan keindahan ngarai sungai Petanu, berada pada jalur wisata Denpasar – Tampaksiring – Danau Batur – Kintamani. Disekitarnya terdapat tempat-tempat bersejarah seperti Yeh Pulu, Samuan Tiga, Gedung Arca, Arjuna Metapa, Kebo Edan, Pusering Jagat, Penataran Sasih dan lain-lain. Namun Goa Gajah belum diketahui asal usulnya secara pasti. Nama ini perpaduan nama Pura Guwa (sebutan masyarakat setempat) dengan nama kuna yang termuat dalam prasasti-prasasti yakni Ergajah dan Lwa Gajah. Nama-nama Anta Kunjarapada dan Ratna Kunjarapada itu dari akhir abad kesepuluh sampai akhir abad ke Empat belas ( Negara Kertagama ). Kekunaan ini didukung oleh Peninggalan Purbakala.
Di pelataran Pura Goa Gajah terdapat Petirtaan kuno 12 x 23 M2, terbagi atas tiga bilik. Dibilik utara terdapat tiga buah Arca Pancuran dan di bilik Selatan ada Arca Pancuran pula, sedangkan di bilik tengah hanya terdapat apik arca. Lebih kurang 13 meter di sebelah utara Petirtaan terdapat Goa atau Ceruk Pertapaan berbentuk huruf T. Lorong Goa berukuran : lebar 2,75 M, tinggi 2,00 M. Dikiri kanan lorong terdapat ceruk-ceruk untuk bersemedi, jumlahnya 15 buah. Pada ceruk paling Timur terdapat Trilingga dan diujung Barat terdapat Arca Ganeca.
Dihalaman Goa Pura Gajah diketemukan pula Fragmen bangunan yang belum bisa direkonstruksi. Tembok keliling menjadi penanggul tebing disebelah Barat pula ini. Lebih kurang 100M disebelah Selatan Petirtaan didapati sisa-sisa Percandian Tebing. Sebagian kaki candi itu masih ada bagian – bagian yang lain telah runtuh ke kaki yang ada didepannya. Sebuah Chatra berpayung 13 tergeletak ditepi kaki itu. Badan candi itu memakai hiasan yang sangat indah. Ada pula bagian Chatra bercabang tiga. Dua buah Arca Budha dengan sikap Dhynamudra diletakkan pada sebuah tahta berdekatan dengan ceruk yang hampir jebol. Berhadapan dengan percandian ini terdapat sebuah ceruk pertapaan pula. Didepan ceruk ini dibangun balai peristirahatan dan sebuah kolam.


Pura Goa Gajah (Elephant Cave Temple)
District / City: Gianyar
Elephant cave temple located in the village Bedulu, sub-district Blahbatuh Gianyar regency levels. The distance from Denpasar Approximately 26 km, very easy to achieve. There is art stalls and restaurants.
This temple is in surround by rice fields with beautiful river canyon Petanu, located on the tourist route Denpasar - Tampaksiring - Lake Batur - Kintamani. Nearby there are historic places like Yeh Pulu, samuan Three Building, Statue, Arjuna Metapa, Kebo Edan, Pusering Jagat, Upgrading Sasih and others. But Goa Gajah unknown origin with certainty. The name is a combination name Pura Guwa (local name) with the name contained in the ancient inscriptions which Ergajah and LWA Elephant. The names and Ratna Kunjarapada Anta Kunjarapada it from the late tenth century until the end of the century Fourteen (State Kertagama). Kekunaan is supported by the Archaeological Heritage.
Pura Goa Gajah In court there are ancient petirtaan 12 x 23 m2, divided into three chambers. Dibilik north there are three fountains and statues in the South there are statues shower cubicle as well, while in the middle chamber there are only a neat statue. Approximately 13 meters north of there petirtaan Hermitage Goa or niche form of the letter T. Goa Lorong size: 2.75 M width, height of 2.00 M. Right on the left aisle there are niches to meditate, the numbers 15 pieces. In the niche most tip of East and West there are Trilingga Ganeca Arca.
Pura Goa Gajah yard also found fragments of buildings that can not be reconstructed. Wall around the West on the cliff penanggul this too. Approximately 100M South adjacent petirtaan found the remains of enshrinement Cliff. Most foot section of the temple is still there - the other part has collapsed into the existing foot in front. An umbrella Chatra 13 lying alongside the foot of it. Body temple was wearing a very beautiful decoration. There is also a part Chatra trifurcate. Two statues of Buddha with an attitude Dhynamudra placed on a throne near the niche that is almost broken. Faced with this enshrinement hermitage also found a niche. In front of this niche built resort and a pool hall.

Desa Mas (Kab. Gianyar, Bali)

Desa Mas (Mas Village)
Kabupaten/Kota : Gianyar
Desa Mas sudah terkenal akan kesenian, kerajinan ukir-ukiran, patung dan lain-lainnya sejak jaman dahulu sampai sekarang. Letak Desa Mas sangat strategis, karena berada pada jalur pariwisata, oleh karena itu Desa Mas termasuk salah satu Obyek Wisata yang menarik di Daerah Gianyar bagian Barat.
Desa Mas ini berhari-hari banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara maupun Nusantara untuk melihat dan membeli hasil industri kerajinan masyarakat Desa Mas. Seorang Brahmana dari Majapahit, yang tidak betah lagi tinggal disana, datang ke Bali karena masih kuat ingin mempertahankan Agama Hindu yang didesak oleh Agama Islam. Beliau ini disebut Pedanda Sakti Bawu Rauh atau dengan nama lain Danghyang Nirarta atau Danghyang Dwijendra. Selama beliau di Desa Mas, beliau banyak memberikan pelajaran dan pengetahuan baik dibidang agama, sosial, seni budaya dan lain-lainnya kepada Mas Wilis.Setelah Mas Wilis mendalami semua pelajaran dan pengetahuan yang diberikan, lalu diadakan pendiksaan oleh Pedanda Sakti Bawu Rauh dan ia diberi gelar Pangeran Manik Mas. Sebagai bukti bakti untuk menghormati jasa-jasanya, Pangeran Manik Mas membuat pesraman atau Geria dengan segala perlengkapannya untuk Pendanda Sakti Bawu Rauh.
Demikian pula Pedanda Sakti Bawu Rauh untuk memperingati kejadian ini, (sebagai bukti), beliau menancapkan tongkat tangi (pohon tangi) yang masih hidup sampai sekarang yang terletak di jaba tengah Pura Taman Pule Mas. Sejak saat itu beliau memberi nama desa ini Desa Mas. Disamping itu Pangeran Manik Mas mempersembahkan putrinya yang bernama Ayu Kayuan (Mas Gumitir), dari perkawinannya dengan Mas Gumitir menurunkan Brahmana Mas yang tinggal di Desa Mas sekarang ini.


Village Mas (Mas Village)
District / City: Gianyar
Mas Village is famous for its colorful, handmade carvings, sculptures and others since time immemorial to the present. Location of the village of Mas is very strategic, because it is on track for tourism, therefore Mas Village Tourism is one of interest in Herzliya Western Region.
Mas Village is for days many visited by foreign tourists as well as the archipelago to see and buy the crafts industry Mas Village community. A Brahmin of Majapahit, which no longer stand living there, come to Bali because it is still a strong wish to maintain Hinduism who were urged by the Religion of Islam. He is called Sakti Bawu Rauh Rauh or by any other name or Danghyang Danghyang Nirarta Dwijendra. As long as he is in the village of Mas, he provides many lessons and good knowledge in the field of religious, social, cultural arts and others to Mas Mas Wilis Wilis.Setelah explore all the lessons and knowledge are given, then held pendiksaan by Sakti Bawu Rauh Rauh and he was given title of Prince Manik Mas. As a proof of devotion to honor his services, Prince Manik Mas create pesraman or Geria with all its equipment to Pendanda Sakti Bawu Rauh.
Similarly Rauh Rauh Bawu Way to commemorate this event, (as evidence), he put the stick Tangi (Tangi trees) that are still alive today, located in the middle Jaba Pura Taman Pule Mas. Since then he gave the name of this village village of Mas. Besides, Prince Manik Mas presents his daughter, who named Ayu woods (Mas gumitir), from her marriage with Mas Mas gumitir lowering Brahmin who lived in the village of Mas today.

Objek Wisata Batubulan (Kab. Gianyar, Bali)



Batubulan(Batubulan Village)
Kabupaten/Kota : Gianyar
Tempat ini adalah sebuah desa dalam ruang lingkup Kecamatan Sukawati Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Desa Batubulan pada awalnya terkenal sebagai satu desa agraris yang kaya akan kesenian termasuk Seni Tari dan Seni Ukir. Struktur masyarakat dan kebudayaan agraris yang dijiwai oleh Agama Hindu menjadi dasar dari kehidupan masyarakat Desa Batubulan.
Batubulan sangat terkenal sebagai 0byek Wisata Tari Barong yang khas. Desa ini terletak pada jalur Denpasar-Gianyar kira-kira 10 km dari Denpasar dan 21 km dari Gianyar. Setiap harinya para wisatawan mancanegara maupun Nusantara menyaksikan tarian barong di lima tempat pertunjukan. Disamping itu para wisatawan juga dapat melihat para pematung batu padas membuat patung-patung untuk dekorasi rumah hotel, perempatan jalan, jembatan maupun pura.

Batubulan (Batubulan Village)
District / City: Gianyar
This place is a village within the scope of Sukawati District Gianyar Regency of Bali Province. Batubulan village was originally known as an agricultural village that is rich in arts including Dance and Art Carving. The structure of agrarian society and culture that is informed by Hinduism became the basis of community life Batubulan Village.
Batubulan very well known as Barong Dance Tour 0byek typical. The village is situated on the route Denpasar-Gianyar approximately 10 km from Denpasar and 21 km from Gianyar. Every day the archipelago of foreign tourists as well as watching barong dance performances in five places. Besides, the tourists also can see the Rock stone sculptors make sculptures for home decorating hotels, crossroads, bridges and temples.

Minggu, 28 November 2010

Taman Nasional Bali Barat (Kab. Negara, Bali)


Taman Nasional Bali Barat(West Bali National Park)
Kabupaten/Kota : Negara
Taman Nasional Bali Barat merupakan bentang alam (landscape) yang luasnya 77.162,5 Ha. Dewasa ini masih berstatus suaka margasatwa (kurang lebih 2.250 ha) dan perairan pantai yang berbatasan sepanjang 1 km dari garis pantai. Oleh karena itu Taman Nasional Bali Barat adalah merupakan suatu kawasan perlindungan dan pelestarian alam baik ditinjau dari segi margasatwa maupun tumbuhan, beserta dengan ekosistemnya. Margasatwa khas yang terdapat di kawasan ini adalah Jalak Putih Bali (Leuoeopsar rhotsehildi) dan Banteng (Bos Javanicus). Jenis tumbuhan khas yang tumbuh di kawasan ini seperti sawo kecik (manilkara kooki) dan lontar (Borrassus Flellifer) membentuk hutan murni. Jenis tumbuhan khas lain yang tumbuh adalah Dipterocarp. Keunggulan Taman Nasional di daerah Bali Barat ini akan dapat meningkatkan fungsi konservasi baik fauna, flora, maupun ekosistemnya dalam bidang pendidikan, penelitian, kebudayaan, rekreasi dan pariwisata.
Beberapa daerah di kawasan hutan ini merupakan obyek rekreasi terbatas, diantaranya daerah Teluk Terima, daerah Sumberrejo dan daerah Stasion Relay Micro Wave di Klatakan.
Daerah Teluk Terima merupakan obyek rekreasi berupa teluk, hutan musim, makam Jayaprana, dan satwa (kera). Rekreasi laut yang dapat dikembangkan di daerah ini adalah bersampan, memancing dan menyelam untuk menyaksikan kehidupan di dasar laut.
Di daerah Sumberrejo terdapat obyek rekreasi berupa hutan musim, hutan hujan, panorama indah berupa teluk (dari ketinggian kurang lebih 40 meter dari permukaan laut ), panorama laut dan perkotaan (Banyuwangi dan Gilimanuk). Obyek ini dapat dicapai dari Desa Sumberrejo, melalui jalan patroli sepanjang kurang lebih 4 km. Kita akan sampai di daerah yang berbukit yang ditanami rumput gajah. Dari atas menara pengintai kadang-kadang dapat dilihat satwa (rusa) sedang merumput di padang rerumputan buatan tersebut.
Di daerah Stasion Relay Micro Wave Klatakan, terdapat obyek rekreasi berupa hutan musim, hutan hujan pegunungan, panorama indah lautan Indonesia (dari ketinggian kurang lebih 400 meter dari permukaan laut), perkampungan dan hutan . Kegiatan rekreasi yang dapat dikembangkan adalah berjalan kaki, memotret, pengamatan satwa dan beristirahat sambil menikmati udara yang sejuk dan panorama yang indah di lautan Indonesia. 

West Bali National Park
West Bali National Park (West Bali National Park)

District / Town: State

West Bali National Park is a landscape (landscape), which covers about 77,162.5 hectares. Currently still a game reserve (approximately 2250 ha) and adjacent coastal waters along the 1 km from the coastline. Therefore, the West Bali National Park is an area of protection and nature conservation both in terms of wildlife and plants, along with its ecosystem. Unique wildlife found in this area is the Bali Starling White (Leuoeopsar rhotsehildi) and Banteng (Bos javanicus). Typical plant species that grow in this region as kecik sapodilla (Manilkara kooki) and palm (Borrassus Flellifer) forming a pure forest. Other typical plant species that grow are dipterocarp. Excellence in Bali National Park West will be able to improve the function of both the conservation of fauna, flora, and ecosystems in the field of education, research, culture, recreation and tourism.
Some areas of this forest area is limited recreational objects, including Thank Bay area, regional and local Sumberrejo Micro Wave Relay Station in Klatakan.
Thank Bay area is a recreational object of the bay, monsoon forest, Jayaprana tomb, and animals (monkeys). Marine recreation that can be developed in this area is boating, fishing and diving to watch life on the seabed.
In the area there is an object Sumberrejo season recreational forests, rain forests, beautiful panorama of the bay (from a height of approximately 40 meters from the sea surface), panoramic sea and urban (Banyuwangi and Gilimanuk). This object can be reached from the village of Sumberrejo, through patrols along the road about 4 km. We will arrive in a hilly area planted with elephant grass. From the top of tower can sometimes be seen wildlife (deer) grazing in the field of artificial grass.
In the area of Micro Wave Relay Station Klatakan, there are objects in the form of forest recreation season, the rain forest mountains, beautiful panoramic ocean Indonesia (from a height of approximately 400 meters above sea level), village and forest. Recreational activities that can be developed is on foot, shooting, wildlife observation and rest while enjoying the cool weather and beautiful panoramas in the Indonesian seas.

Air Terjun Singsing (Kab. Buleleng, Bali)

Air Terjun Singsing(Singsing Waterfall)
Pada waktu musim panas, volume air terjun relatif menurun. Jalan menuju air terjun yang sedikit mendaki merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk kegiatan "trekking". Letaknya yang tidak jauh dari kawasan Lovina, bahkan dapat dicapai dengan jalan kaki dari Lovina, menjadikan obyek ini banyak dikunjungi wisatawan yang umumnya mereka yang tinggal di kawasan Wisata Lovina. Tidak jauh dari air terjun Singsing ini, terdapat monumen Belanda. Monumen ini dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk memperingati gugurnya seorang Perwira tentara Belanda didalam perang Banjar pada tahun 1868. Sekitar tahun 1956 monumen ini dihancurkan karena dianggap menghormati penjajah.
Akan tetapi pada tahun 1992 monumen ini dibangun kembali oleh Pemda Kabupaten Dati II Buleleng dengan maksud bahwa sejarah tidak bisa dihapus, disamping monumen itu juga melambangkan kepahlawanan rakyat Banjar yang mampu menewaskan perwira tentara Belanda. Air Terjun Singsing terletak di Banjar Labuhan Haji Desa Temukus Kecamatan Banjar, 3 km dari Lovina dan 13 km dari Singaraja. Untuk menuju obyek wisata ini dapat dicapai dengan kendaraan bermotor sampai ke jurusan desa Tigawarsa. Sebuah tanda penunjuk arah menunjukkan jalan yang harus diikuti dengan berjalan kaki (sepanjang lebih kurang 600 meter) untuk sampai kepada air terjun yang pertama. Untuk mencapai air terjun kedua yang letaknya lebih tinggi harus melalui jalan yang terjal.
Fasilitas parkir dibangun dan diusahakan oleh banjar setempat, dan warung disekitar kawasan inipun telah tersedia. Wisatawan baik Nusantara maupun mancanegara banyak mengunjungi air terjun ini karena suasananya yang tenang, damai dan cocok untuk kesegaran jasmani. Lokasi Air Terjun di daerah perbukitan, yang memberikan pemandangan hamparan pantai Lovina di arah Utara, menjadi daya tarik yang cukup memikat bagi para wisatawan.

Waterfall Singsing (Singsing Waterfall)
In the summer time, the volume of the waterfall is relatively decreased. The road to a little waterfall climbing is a fun activity to activity "trekking". Located not far from Lovina area, even within walking distance of Lovina, making this object visited by many tourists who are generally those living in the area of Lovina Tour. Not far from this Singsing waterfall, there is a monument of the Netherlands. This monument was built by the Dutch colonial government to commemorate the death of a Dutch army officer in the war Banjar in 1868. Around 1956 the monument was destroyed because they respect the colonists.
However, in 1992 the monument was rebuilt by the Regency of Buleleng Government with a view that history can not be deleted, in addition to the memorial also symbolizes the heroism of the people capable of killing Banjar Dutch army officer. Singsing Waterfall is located in Banjar Labuhan Haji Temukus Village Banjar District, 3 km from Lovina and 13 km from Singaraja. To reach these attractions can be reached by vehicles up to the majors Tigawarsa village. A directional sign pointing the way to be followed by walking (along approximately 600 meters) to get to the first waterfall. To reach the second waterfall that is located higher to go through a steep road.
Parking facilities constructed and operated by local train, and shops around the area this has been available. Archipelago and foreign tourists visit this waterfall many because the atmosphere is calm, peaceful and suitable for physical fitness. Location of Waterfall in the hills, which provide views stretch of the coast of Lovina in the North direction, the main attraction is quite attractive for tourists.

Rabu, 24 November 2010

Danau Buyan dan Danau Tamblingan (Kab. Buleleng, Bali)


Danau Buyan dan Tamblingan Bali
Danau Buyan dan Tamblingan(Buyan and Tamblingan Lake)
Kabupaten/Kota : Buleleng
Danau Buyan dan Danau Tamblingan seolah danau kembar yang memiliki daya tarik yang sangat mempesona. Keaslian alam di kedua danau ini masih sangat dirasakan, misalnya dengan tidak adanya penggunaan perahu bermotor di kedua danau ini. Masyarakat setempat menggunakan perahu-perahu kecil yang disebut "pedahu" untuk memancing. Dengan udara yang sejuk dikelilingi pegunungan yang serba hijau, suasana udara yang segar memberikan suasana yang tenang dan nyaman. Danau ini sangat ideal untuk rekreasi air seperti mendayung dan memancing. Bagi mereka yang menyenangi alam dan rekreasi, kedua danau inilah tempatnya. Adanya kera-kera yang tidak jauh dari kedua danau ini, yaitu di jalan raya sebelah danau Buyan jurusan Denpasar-Singaraja, yang semakin hari semakin banyak jumlahnya, menambah daya tarik kawasan ini sebagai obyek wisata.

Danau Buyan dan Danau Tamblingan berlokasi di Kecamatan Sukasada, 21 km sebelah Selatan Kota Singaraja, terletak di pinggir jalan Denpasar-Singaraja. Letaknya yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 1000 m dari permukaan laut menyebabkan udaranya agak sejuk dan dingin pada malam hari. Sedangkan Danau Tamblingan dapat dicapai melalui pertigaan ke arah Desa Munduk, desa Gobleg dan tembus di Lovina. Sepanjang jalan ke danau ini dapat dilihat pemandangannya secara utuh. Dari Desa Munduk dapat dicapai danau melalui jalan swadaya masyarakat. Mobil dapat mencapai pinggir danau yang masih asri, dengan kawasan hutannya yang belum tersentuh.
Fasilitas yang tersedia adalah tempat parkir untuk mobil tepi danau, penyewaan perahu untuk keperluan memancing ataupun sekedar berekreasi, dan fasilitas akomodasi. Dari pengamatan secara umum, kebanyakan wisatawan yang datang ke tempat ini adalah wisatawan mancanegara yang independent, mereka membawa kendaraan sendiri. Setiap saat danau ini ramai dikunjungi wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara.
Lokasi 0byek Danau Buyan dan Tamblingan terletak di kawasan yang sangat strategis yakni diapit oleh tiga obyek wisata terkenal yaitu Bedugul dengan Pura Ulun Danunya, Air Terjun Gitgit, dan Lovina Beach. Sebagai latar belakang adalah gunung Lesong dengan ketinggian 1860 m memagari kejernihan air danau sekaligus menciptakan keheningan yang sangat alami.


Lake Buyan and Tamblingan Bali
Lake Buyan and Tamblingan (Buyan and Tamblingan Lake)
District / City: Buleleng
Lake Buyan and Lake Tamblingan as twin lake that has an appeal that is very charming. Authenticity of nature in the two lakes is still keenly felt, for example, in the absence of the use of motorized boats on both lakes this. Local people use small boats called "pedahu" for fishing. With the cool air that completely surrounded by green mountains, fresh air atmosphere provide a calm and comfortable. This lake is ideal for water recreation such as kayaking and fishing. For those who love nature and recreation, the lake is the place. The existence of apes is not far from the lake, which is on the highway next to the lake Buyan majoring in Denpasar-Singaraja, which is daily increasing in number, increase the attractiveness of this region as a tourist attraction.

Lake Buyan and Lake Tamblingan Sukasada located in the District, 21 km south of Singaraja City, located on the roadside Denpasar-Singaraja. Its location is quite high at about 1000 m above sea level causes the air is slightly cool and cold at night. While Lake Tamblingan can be achieved through a T-junction towards Munduk Village, the village Gobleg and translucent in Lovina. Along the road to the lake can be seen in the landscape as a whole. From Village Munduk lake can be reached via road-governmental organizations. Cars can reach the edge of the lake is still beautiful, with the forest untouched.
Facilities are available for car parking by the lake, boat rentals for fishing or just recreation, and accommodation facilities. From general observation, most of the tourists who come to this place is an independent foreign tourists, they bring their own vehicle. Every time the lake is visited by foreign tourists and tourist archipelago.
Location 0byek Lake Buyan and Tamblingan located in a very strategic region that is flanked by three famous sights of Bedugul with Ulun Danunya, Waterfall Gitgit, and Lovina Beach. As background is a mountain with an altitude of 1860 m Lesong fence in the lake water clarity as well as creating a very natural silence.

Senin, 15 November 2010

Alas Kedaton (Kab. Tabanan, Bali)

Alas Kedaton adalah sebuah lokasi tujuan wisata di Bali yang berada di Kabupaten Tabanan. Biasanya rombongan atau individual pelancong akan menyinggahi Alasa Kedaton dalam perjalanan menuju Tanah Lot selepas berkunjung dari Bedugul atau sebaliknya.
Alas Kedaton merupakan sebuah objek wisata ternama di Bali dengan ciri khas hutannya yang asri dan kera serta kalong yang lucu. Alas Kedaton terletak di desa Kukuh Kecamatan Marga + 4 km dari kota Tabanan. Pura ini mempunyai dua keunikan yang sangat menarik.Alas Kedaton memiliki luasan sekitar 6,5 hektar. Pepohonan yang tumbuh di hutan ini sangatlah beragam. Sementara populasi keranya sendiri diperkirakan mencapai 1.800 ekor. Kawasan Alas Kedaton bisa terjaga kelestariannya hingga sekarang tidak terlepas dari tradisi yang dijaga ketat warga setempat yakni berpantang menebang pohon atau pun mengganggu kera di kawasan hutan dan warga setempat sangat menaatinya.
Pura ini mempunyai dua keunikan yang sangat menarik, Pertama adalah memiliki empat pintu masuk ke dalam Pura yaitu dari barat yang merupakan pintu masuk utama yang lainnya dari Utara, Timur dan dari Selatan yang kesemuanya menuju ke halaman tengah. Keunikan yang kedua adalah halaman dalam yang merupakan tempat yang tersuci justru letaknya lebih rendah dari halaman tengah dan luar. Tempat suci ini dikelilingi oleh hutan yang dihuni oleh sekelompok kera yang dianggap keramat. Disamping itu pula terdapat sekelompok kalong yang hidup bergantungan di dahan-dahan pohon kayu yang besar dan sewaktu-waktu beterbangan, merupakan suatu atraksi yang sangat menarik bagi wisatawan baik bagi wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Upacara piodalan di Pura ini adalah jatuh pada hari Selasa (Anggara Kasih) dau puluh hari setelah Hari Raya Galungan, yang mana upacara dimaksud dimulai pada siang hari dan harus sudah selesai sebelum matahari terbenam. Pura ini sering pula disebut Pura Alas Kedaton atau Pura Dalem Kahyangan.

Taman Ujung (Kab. Karangasem, Bali)

Sejarah:
Istana Air Ujung, yang oleh masyarakat setempat disebut Taman Soekasada
Ujung dibangun pada tahun 1919. Namun, peresmian kompleks istana air ini
dialkukan pada tahun 1912.
Istana air yang dikonstruksi oleh raja terakhir Karangasem, I Gusti Bagus
Jelantik, yang memerintah di Karangasem antara 1909 dan 1945.
Taman Ujung dibangun untuk menyambut dan melayani tamu-tamu penting dan
raja-raja dari negara retangga, disamping sebagi tempat untuk raja dan
keluarga kerajaan.
Lokasi:
Taman Sukasada Ujung terletak di Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem-sekitar
85 km dari Bandar Udara Ngurah Rai atau 5 km dari Amlapura.
Fasilitas:
Aktifitas pariwisata di daerah ini antara lain: warung makan, restoran
kecil, dan areal parkir yang luas. Para wisatawan yang tertarik dengan
produk kerajinan lokal dapat menemukannya di beberapa toko seini yang ada
di sini.
Deskripsi:
Taman Soekasada Ujung telah diumumkan sebagai objek wisata budaya mengingat dianggap sebagai satu dari warisan budaya yang ada di Kabupaten Karangasem.
Kompleks Taman Soekasada Ujung merupakan kombinasi dari arsitektur Bali dan Eropa. Terdapat tiga kolam besar dan luas di daerah ini. Di tengah kolam utama, terdapat bangunan yang menghubungkan sisi-sisi kolam dengan dua jembatan.
Pada kompleks tertinggi, kita akan menemukan patung "warak" (badak). Di bawah wark adalah patung banteng. Dari tempat tinggi ini kita bisa melihat pemandangan laut yang mengagumkan dengan hutan yang menghijau, keindahan Gunung Agung yang dikombinasikan dnegan persawahan yang hijau.
Kemegahan Taman Ujung telah dirusak akibat meletusnya Gunung Agung pada
tahun 1963 dan diperburuk dengan gempa bumi pada tahun 1979. Namun,
penyelematan telah dilakukan untuk membawa kembali kejayaan kompleks
istana air ini dengan merekonstruksi dan merevitalisasinya. Meskipun
tidak seutuh dulu, namun kemegahannya terlihat sampai sekarang.

Tanah Lot (Kab. Tabanan, Bali)

Tanah Lot Bali dikenal sebagai tempat terbaik untuk menyaksikan pemandangan matahari tenggelam (sunset) di Bali. Apalagi kalau menyaksikannya lewat tebing tinggi yang juga ditempati restoran-restoran kecil disana. Saat terbaik untuk berkunjung ditempat ini adalah antara pukul 17.00 - 18.30 WITA.

Pura Tanah Lot merupakan salah satu pura suci terbesar di pulau Bali. Disini juga sering diadakan upacara-upacara besar umat Hindu Bali. Selain tempatnya yang sangat luas dan pemandangan matahari tenggelam yang sangat spektakuler, deburan ombak disekitar area pura juga menjadi daya tarik tersendiri.

Terletak di desa Beraban atau 13 km sebelahbarat Tabanan, Pura Tanah Lot hampir selalu ditawarkan oleh setiap pemandu wisata di Bali untuk dikunjungi. Tempat yang asik tuk memotret sunset ini (sambil duduk2 dan minum kelapa muda) memiliki keunikan antara lain lokasi pura yang berada diatas bukit batu besar pinggir laut. pada saat air surut dan tingginya tidak lebih dari selutut, kita masih bs nyebrang menuju tempat itu.

Untuk Anda turis domestik yang ingin masuk ke kawasan wisata ini akan dikenai biaya sekitar Rp 20.000 per orang. Untuk turis asing biaya masuknya menjadi dua kali lipat. Di sepanjang jalan dari mulai pintu masuk sampai ke kawasan pura akan dijumpai berbagai macam barang dagangan yang beraneka ragam, dari mulai kaos, kalung, patung dan sebagainya sampai dengan tentu saja tempat makan.
Lokasi untuk menuju Tanah Lot Bali tidaklah jauh dari Kuta atau Denpasar. Hanya sekitar 20-30 menit perjalanan dengan menggunakan mobil. Seperti Pantai Kuta, biasanya Tanah Lot merupakan tujuan terakhir bagi para pelancong setelah seharian mengunjungi berbagai tempat wisata menarik lainnya.

Tirta Gangga (Kab. Karangasem, Bali)

Sejarah:
Tirtagangga dibangun pada tahun 1948 oleh Raja Karangasem, Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem. Taman air ini dikonstruksi dalam arsitektur yang sangat unik dengan gaya Bali dan Cina.
Lokasi:
Tirtagangga terletak di Desa Ababi, Kecamatan Abang-sekitar 83 km dari Denpasar dan 6 km dari Amlapura ke utara.
Fasilitas:
Fasilitas yang tersedia di daerah ini antara lain hotel-hotel kecil, restoran-restoran kecil, dan warung-warung serta areal parkir yang luas.
Deskripsi:
Tirtagangga terletang pada daerah 1,2 hektar yang terdiri atas tiga kompleks. Kompleks pertama yakni pada bagian paling bawah dapat ditemukan dua kolam teratati dan air mancur. Kompleks kedua adalah bagian tengah dimana dapat ditemukan kolam renang; sementara, pada bagian ketiga, yakni kompleks ketiga, kita dapat menemukan tempat peristirahatan raja.
Sebelum konstruksi Tirtagangga, terdapat sumber mata air besar di daerah ini; sehingga masyarakat setempat menyebut daerah ini "embukan" yang artinya mata air.
Mata air itu kemudian difungsikan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan air dan juga sebagai "pemurnian" dari para Dewa. Untuk tujuan ini, mata air ini dianggap suci dan sacral.
Aspek religius dalam mengkonstruksi Tirtaganga untuk rumah istirahat raja dan juga untuk fungsi umum layak untuk disaksikan.

Pantai Tulamben (Kab. Karangasem, Bali)

Sejarah:
Tulamben adalah suatu desa yang namanya diambil dari kata "Batulambih". Batulambih berarti banyak batu yang diakibatkan oleh meletusnya Gunung Agung. Seiring dengan waktu, kata ini berubah menjadi Batulamben dan akhirnya diucapkan sebagai Tulamben.
Lokasi:
Objek wisata ini terletak di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu-sekitar 102 km dari Denpasar dan 25km dari Amlapura.
Fasilitas:
Terdapat beberapa fasilitas pendukung pariwisata; misalnya, hotel, restoran, dan warung. Bagi wisatawan yang ingin melihat kehidupan bawah air, operator-operator selam tersedia.
Deskripsi:
Desa Tulamben tulamben berkembang menjadi objek wisata karena posisinya yang strategis dank arena keindahan alam sekitarnya. Dari sini kita bisa menyaksikan pemandangan yang mengagumkan dari Gunung Agung dari sisi barat. Disamping itu, Tulamben juga menawarkan panorama kehidupan laut yang menakjubkan.
Di dalam pertualangan bawah air, kita akan menemukan bangkai kapal US Liberty dari Perang Dunia II. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Apabila Anda menyelam, ada tidak saja akan merasa kembali ke zaman lampau, Anda akan melihat ikan-ikan tropis dan kehidupan bawah air lainnya.

Selasa, 09 November 2010

Desa Tenganan (Kab. Karangasem, Bali)


Sejarah:
Tenganan merupakan salah satu dari beberapa desa kuno di Bali, yang biasanya disebut "Bali Aga". Ada beberapa versi tentang sejarah tentang desa Tenganan. Ada yang mengatakan kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang berarti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Penurunan kata ini berhubungan dengan pergerakan orang-orang desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman, dimana posisi desa ini adalah di tengah-tengah perbukitan, yakni Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin).
Versi lain mengatakan bahwa orang-orang Tenganan berasal dari Desa Peneges, Gianyar, tepatnya Bedahulu. Berdasarkan cerita rakyat, dulu Raja Bedahulu kehilangan salah satu kudanya. Orang-orang mencarinya ke Timur dan sang kuda ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, tangan kanan sang raja. Atas loyalitasnya, sang raja memeberikan wewenang kepada Ki Patih Tunjung Biru untuk mengatur daerah itu selama aroma dari I carrion kuda tercium. Ki Patih seorang yang pintar, is memotong carrion menjadi potongan-potongan dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Dengan demikian dia mendapatkan daerah yang cukup luas.
Kata Pegeringsingan diambil dari kata "geringsing". Geringsing adalah produk tenun tradisional yang hanya dapat ditemukan di Tenganan. Gerinsing dianggap sakral yakni menjauhkan kekuatan magis jahat atau black magic. Geringsing diturunkan dari kata "gering" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak.
Lokasi:
Tenganan Pegeringsingan terletak di Kecamatan Manggis, sekitar 65 km dari Denpasar (Bandar Udara Internasional Bali), dekat dengan Candidasa dan dapat dijangkau dengan mudah oleh kendaraan umum atau pribadi.
Fasilitas:
Wisatawan akan merasa nyaman mengunjungi daerah ini karena banyak fasilitas yang tersedia misalnya: warung, kamar mandi yang bagus, toko barang-barang seni, dan area parkir yang luas. Jika Anda ingin makan di restoran atau bermalam di daerah ini, Anda bisa datang ke Candidasa, sekitar 3 km dari desa ini.

Wayang Desa Kamasan (Kab. Klungkung, Bali)


KAMASAN sebagai tempat berkembangnya seni lukis wayang klasik dan seni ukiran perak dan kuningan hanyalah sebuah desa kecil di Kabupaten Klungkung, Bali. Desa ini terletak sekitar 2 km di sebelah selatan kota Semarapura yang menjadi ibukota kabuten Klungkung. Jarak dari Denpasar ke desa ini ialah 30 km. Melalui jalan by pass Ida Bagus Mantra desa ini dapat dicapai dengan kendaraan bermotor dalam waktu 45 menit.
Menurut catatan sejarah, seni lukis wayang klasik ini berkembang di Kamasan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Antara abad ke-14 hingga abad ke-18, Pulau Bali dikuasai para Dalem, raja-raja keturunan Sri Kresna Kepakisan dari Kerajaan Majapahit.
Salah satu Dalem yang paling dikenal adalah Sri Waturenggong yang merupakan cucu Sri Kresna Kepakisan. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong ini, seni budaya di Bali mengalami masa pencerahan karena sang raja juga penggemar seni budaya. Dalem Waturenggong membangun istananya di Desa Gelgel. Istana ini dikenal sebagai Puri Suwecapura atau Istana Karunia. Dari tempat ini, Dalem Waturenggong menata urusan pemerintahan dan keamanan negara. Sementara pada saat yang sama, Kamasan – terletak di sebelah utara Gelgel – ditatanya sebagai salah satu pusat kerajaan yang khusus mengurus seni budaya, pendidikan, dan keagamaan. Nama Kamasan dalam prasasti Anak Wungsu yang bertahun Saka 994 (1072 M) berarti benih yang bagus.
Posisi Kamasan dengan peran khusus di waktu silam itu ternyata menjadi benih subur tumbuhnya potensi kesenian terutama seni lukis wayang. Warga sekitarnya seakan terbius untuk mengembangkan bakat seni yang mereka miliki. Selanjutnya “kandungan” Kamasan terus melahirkan seniman. Sebut saja salah satunya kini adalah I Nyoman Mandra yang hasil karyanya pernah dipamerkan sampai ke Bentara Budaya, Jakarta.
Seni lukis wayang kamasan adalah salah satu bentuk karya seni klasik yang dapat dianggap induk seni lukis dalam kebudayaan Bali. Karya seni ini tidak dapat dipisahkan dari nilai keagamaan, terutama nilai ritual. Selain untuk kepentingan ritual keagamaan, seperti untuk ider-ider (kain hiasan), kober (bendera), dan lelontekan (panji), lukisan wayang juga digunakan sebagai dekorasi, seperti penghias dinding ruangan. Kegunaan ini justru semakin melestarikan seni lukis wayang klasik Kamasan hingga kini. Salah satu bukti yang menunjukkan betapa populernya lukisan wayang Kamasan adalah hiasan langit-langit Taman Gili dan Kertha Gosa, dua bangunan dari zaman Kerajaan Semarapura. Kedua bangunan kuno itu kini menjadi salah satu obyek wisata andalan Klungkung.
Tema lukisan Wayan Klasik Kamasan memang sangat khas, yaitu seputar kisah Mahabharata atau Ramayana. Seringkali dalam satu lukisan terdapat beberapa fragmen yang membentuk alur cerita. Gaya lukisan seperti ini mengingatkan kita akan komik-komik jaman sekarang. Bedanya, lukisan Wayang Kamasan tidak memuat teks dialog seperti dalam komik.
Gaya lukisan wayang Kamasan memang unik hingga mampu menarik minat turis berkunjung ke desa tersebut. Spies dan Bonnet, dua maestro seni lukis yang sangat berpengaruh dalam perjalanan seni lukis di Bali, pernah mondok di Kamasan. Bahkan, Spies meninggalkan seperangkat gamelan selendro untuk masyarakat Kamasan.
Di Bali media pembelajaran agama Hindu yang berwujud gambar-gambar dijumpai dalam bentuk seni lukis Wayang Kamasan. Dikenal dengan istilah ‘Wayang Kamasan’, karena seni lukis ini berkembang di desa Kamasan, Klungkung-Bali. Ini dibuktikan dengan hadirnya seni lukis Wayang Kamasan pada gedung Kertha Gosa yang dibangun sejak jaman kerajaan Klungkung. Tema lukisan wayang ini menceritakan tentang perjalanan Bhima ke swarga loka, Diah Tantri, Sang Garuda Mencari Amerta dan Palelindon. Pada prinsipnya seluruh cerita dalam lukisan ini bersumber pada ajaran-ajaran agama Hindu.
Berdasarkan lukisan Wayang Kamasan yang ada pada gedung Kertha Gosa, mengindikasikan bahwa sejak dahulu seni lukis Wayang Kamsan telah dijadikan sebagai media budaya untuk menyampaikan pendidikan moral yang baik bagi masyarakat di jaman Kerajaan Klungkung.
Hingga kini tema-tema cerita yang biasa diangkat dalam seni lukisan Wayang Kamasan di desa Kamasan, Klungkung-Bali meliputi cerita Mahabharata, Ramayana, Sutasoma, Lelintangan, Panji, dan cerita-cerita rakyat lainnya yang mengadung nilai filosofis ajaran Agama Hindu. Ini berarti seni lukis Wayang Kamasan sangat penting peranannya sebagai media dalam menstransfer pendidikan moral dalam Kehidupan Masyarakat Bali.

Jumat, 05 November 2010

Pura Goa Lawah (Kab.Klungkung, Bali)


Perjalanan kita ke Klungkung kali ini akan mengunjungi salah satu tempat wisata di Bali dan dikenal juga sebagai pura yang bernilai sejarah, apalagi kalau bukan pura Goa Lawah. Lawah berarti kelelawar. Di Bali Pura Goa Lawah merupakan Pura untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Pura Goa Lawah di
Desa Pesinggahan Kecamatan Dawan, Klungkung inilah sebagai pusat Pura Segara (pura laut) di Bali untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Dalam Lontar Prekempa Gunung Agung diceritakan Dewa Siwa mengutus Sang Hyang Tri Murti untuk menyelamatkan bumi. Dewa Brahma turun menjelma menjadi Naga Ananta Bhoga. Dewa Wisnu menjelma sebagai Naga Basuki. Dewa Iswara menjadi Naga Taksaka. Naga Basuki penjelmaan Dewa Wisnu itu kepalanya ke laut menggerakan samudara agar menguap menajdi mendung. Ekornya menjadi gunung dan sisik ekornya menjadi pohon-pohonan yang lebat di hutan. Kepala Naga Basuki itulah yang disimbolkan dengan Pura Goa Lawah dan ekornya menjulang tinggi sebagai Gunung Agung. Pusat ekornya itu di Pura Goa Raja, salah satu pura di kompleks Pura Besakih. Karena itu pada zaman dahulu goa di Pura Goa Raja itu konon tembus sampai ke Pura Goa Lawah.
Karena ada gempa tahun 1917, goa itu menjadi tertutup.
Keberadaan Pura Goa Lawah ini dinyatakan dalam beberapa lontar seperti Lontar Usana Bali dan juga Lontar Babad Pasek. Dalam Lontar tersebut dinyatakan Pura Goa Lawah itu dibangun atas inisiatif Mpu Kuturan pada abad ke XI Masehi dan kembali dipugar untuk diperluas pada abad ke XV Masehi.
Dalam Lontar Usana Bali dinyatakan bahwa Mpu Kuturan memiliki karya yang bernama ”Babading Dharma Wawu Anyeneng’ yang isinya menyatakan tentang pendirian beberapa Pura di Bali termasuk Pura Goa Lawah dan juga memuat tahun saka 929 atau tahun 107 Masehi. Umat Hindu di Bali umumnya melakukan Upacara Nyegara Gunung sebagai penutup upacara Atma Wedana atau disebut juga Nyekah, Memukur atau Maligia. Upacara ini berfungsi sebagai pemakluman secara ritual sakral bahwa atman keluarga yang diupacarai itu telah mencapai Dewa Pitara. Upacara Nyegara Gunung itu umumnya di lakukan di Pura Goa Lawah dan Pura Besakih salah satunya ke Pura Goa Raja.
Pura Besakih di lereng Gunung Agung dan Pura Goa Lawah di tepi laut adalah simbol lingga yoni dalam wujud alam. Lingga yoni ini adalah sebagai simbol untuk memuja Tuhan yang salah satu kemahakuasaannya mempertemukan unsur purusa dengan predana. Bertemunya purusa sebagai unsur spirit dengan predana sebagai unsur materi menyebabkan terjadinya penciptaan. Demikiankah Gunung Agung sebagai simbol purusa dan Goa Lawah sebagai simbol pradana. Hal ini untuk melukiskan proses alam di mana air laut menguap menjadi mendung dan mendung menjadi hujan. Hujan ditampung oleh gunung dengan hutannya yang lebat. Itulah proses alam yang dilukiskan oleh dua alam itu. Proses alam itu terjadi atas hukm Tuhan. Karena itulah di tepi laut di Desa Pesinggahan dirikan Pura Goa Lawah dan di Gunung Agung dirikan Pura Besakih dengan 18 kompleksnya yang utama. Di Pura itulah Tuhan dipuja guna memohon agar proses alam tersebut tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya. Karena dengan berjalannya proses itu alam ini tetap akan subur memberi kehidupan pada umat manusia.
Pujawali atau piodalan di Pura Goa Lawah ini untuk memuja Bhatara Tengahing Segara dan Sang Hyang Basuki dilakukan setiap Anggara Kasih Medangsia. Di jeroan (bagian dalam) Pura, tepatnya di mulut goa terdapat pelinggih Sanggar Agung sebagai pemujaan Sang Hyang Tunggal. Ada Meru Tumpang Tiga sebagai pesimpangan Bhatara Andakasa.
Ada Gedong Limasari sebagai Pelinggih Dewi Sri dan Gedong Limascatu sebagai Pelinggih Bhatara Wisnu. Dua pelinggih inilah sebagai pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Basuki dan Bhatara Tengahing Segara.

Kerta Gosa(Kab.Klungkung, Bali)


Sebagai bekas kerajaan, wajar jika Klungkung mempunyai banyak peninggalan yang saat ini menjadi objek wisata. Salah satunya adalah Taman Gili Kerta Gosa, peninggalan budaya kraton Semarapura Klungkung. Kerta Gosa adalah suatu bangunan (bale) yang merupakan bagian dari bangunan komplek kraton Semarapura dan telah dibangun sekitar tahun 1686 oleh peletak dasar kekuasaan dan pemegang tahta pertama kerajaan Klungkung yaitu Ida I Dewa Agung Jambe.
Kerta Gosa terdiri dari dua buah bangunan (bale) yaitu Bale Akerta Gosa dan Bale Kambang. Disebut Bale Kambang karena bangunan ini dikelilingi kolam yaitu Taman Gili. Keunikan Kerta Gosa dengan Bale Kambang ini adalah pada permukan plafon atau langit-langit bale ini dihiasi dengan lukisan tradisional gaya Kamasan (sebuah desa di Klungkung) atau gaya wayang yang sangat populer di kalangan masyarakat Bali. Pada awalnya, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan itu terbuat dari kain dan parba. Baru sejak tahun 1930 diganti dan dibuat di atas eternit lalu direstorasi sesuai dengan gambar aslinya dan masih utuh hingga sekarang. Sebagai peninggalan budaya Kraton Semarapura, Kerta Gosa dan Bale Kambang difungsikan untuk tempat mengadili perkara dan tempat upacara keagamaan terutama yadnya yaitu potong gigi (mepandes) bagai putra-putri raja.
Pada peristiwa perang melawan ekspedisi militer Belanda yang dikenal sebagai peristiwa Puputan Klungkung pada tanggal 28 April 1908, pemegang tahta terakhir Dewa Agung Jambe dan pengikutnya gugur. (Rekaman peristiwa ini kini diabadikan dalam monumen Puputan Klungkung yang terletak di seberang Kerta Gosa). Setelah kekalahan tersebut bangunan inti Kraton Semarapura (jeroan) dihancurkan dan dijadikan tempat pemukiman penduduk. Puing tertinggi yang masih tersisa adalah Kerta Gosa, Bale Kambang dengan Taman Gili-nya dan Gapura Kraton yang ternyata menjadi objek yang sangat menarik baik dari sisi pariwisata maupun kebudayaan terutama kajian historisnya.